Demokrasi Dalam Islam


Demokrasi Dalam Islam
Oleh : Sugeng Sutrisno


Pendahuluan

Di dalam islam seIstilah demokrasi bukanlah berasal dari bahasa Arab, juga bukan istilah dalam syari’ah. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti orang - orang dan cracy yang berarti keputusan atau legislasi.jadi secara sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai aturan orang – orang atau rakyat.
Biasanya slogan dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sumber mereka dalam legislasi (Hakimiyyah) adalah manusia (insane).
Pemerintahan dari rakyat maksudnya kekuatan legislasi adalah dari orang – orang (anggota parlemen). Oleh rakyat berarti berhukum dengan apa yang mereka (anggota parlemen) tetapkan. Dan untuk rakyat dimaksudkan para anggota parlemen mengatur masyarakat dengan apa yang telah mereka tetapkan.
Demokrasi memiliki ciri sebagai berikut:
1. Pemerintahan oleh rakyat yang dijalankan secara langsung atau dengan mengangkat wakil-wakilnya.
2. Kumpulan orang-orang, yang berpikir sebagai sumber utama dari kekuatan politik.
3. Aturan mayoritas.
Di dalam islam istilah demokrasi tidak pernah dijumpai baik di masa Rasulullah SAW maupun di masa sahabat. Namun ada yang mirip seperti demokrasi yaitu syura ketika pengangkatan khulafaurrasyidin. Kendati tidak ditemukan dalam ajaran islam, namun demokrasi satu sisi sesuai dan dapat sejalan dengan ajaran islam , di sisi lain juga dapat bertentangan dengan ajaran islam itu sendiri tergantung dengan penggunaan dan aplikasinya. Untuk menciptakan demokrasi yang sejalan dengan islam maka diperlukan kaidah – kaidah atau norma – norma yang mendukungnya, dalam hal ini bisa ditemukan dalam kitab suci alquran.

Kaidah demokrasi
Dalam bukunya, Identitas Politik Umat Islam (1987), Kuntowijoyo mencoba merinci kaidah-kaidah demokrasi yang dirujuknya dari kitab suci.
Pertama, ta'aruf (saling mengenal). Landasannya firman Allah surat Al-Hujurat (49) ayat 13 yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki – laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu”.
Inti dari ayat tersebut menurut kunto wijoyo adalah tentang dua persoalan yaitu:
(1) teosentrisme, yakni pada mulanya manusia itu satu; yang menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah Tuhan, dan yang mengukir kemuliaan adalah Tuhan, jadi ada lingkaran yang berawal dan berakhir pada Tuhan;
(2) Obyektivisme teosentrik, yakni manusia secara obyektif memang berbangsa dan bersuku-suku. Islam mengajarkan untuk berpikir dan berperilaku obyektif. Kaidah ta'aruf meniscayakan persamaan (equality), kemerdekaan (liberty), komunikasi dialogis, dan asumsi negara hukum.
Kedua, syura (musyawarah). Landasannya surat As-Syura (42) ayat 38. yang artinya : “Dan bagi orang – orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka”.
Dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa musyawarah meniscayakan dialog dan tukar pikiran secara konstruktif, mempertimbangkan suara mayoritas tanpa melanggar hak Tuhan dan rasul-Nya. Misalnya, dalam homoseksualitas dan lesbianisme, bukan suara mayoritas yang menentukan, melainkan Tuhan. Inilah beda musyawarah dalam Islam dengan demokrasi sekuler.
Ketiga, ta'awun (kerja sama). Landasannya surat Al-Maidah (5) ayat 2. yang artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Dalam kerja sama, dua kepentingan harus dijunjung, yakni kepentingan Tuhan dan kepentingan manusia. Keduanya tidak untuk dipertentangkan satu sama lain. Dalam hal kepentingan manusia alquran membolehkan orang _ orang mukmin menjalin hubungan kerjasama dengan golongan lain yang berbeda aqidah, dengan syarat golongan tersebut tidak memusuhi mereka yang mukmin. Perbedaan aqidah tidak menjadi penghambat bagi orang – orang mukmin untuk tidak mengadakan hubungan baik, berbuat baik terhadap siapapun, memberi apa yang menjadi hak dan bagian mereka. Sebaliknya alquran melarang orang – orang mukmin mengadakan hal – hal tersebut dengan siapa saja yang menunjukkan permusuhan dan mempunyai rencana jahat terhadap mereka.
Keempat, mashlahah (menguntungkan masyarakat). Dalam Al-Quran sering dijumpai kata shalih yang berarti kebaikan pada umumnya, menguntungkan untuk masyarakat, bukan untuk elite penguasa atau mereka yang kaya.
Kelima, 'adl (adil). Landasannya surat An-Nisa (4) ayat 58 dan Al-An'am, yang artinya : apabila menetapkan hokum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Dansurat al an’am (6) ayat 152. yang artinya :dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu.
Adil, menurut pakar tafsir Prof Dr M. Quraish Shihab, mengandung empat makna: sama, seimbang, memperhatikan hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya, dan adil yang dinisbahkan kepada Allah. Dihubungkan dengan demokrasi, ada dua macam keadilan, yakni distributive justice dan productive justice, yang masing-masing menjadi dasar demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi. Yang pertama, pelakunya negara dengan bentuk macam-macam jaminan, dan penerimanya adalah warga negara dengan kategori tertentu. Yang kedua, pelakunya perusahaan yang bentuknya pembagian pemilikan kekayaan perusahaan, dan penerimanya karyawan di perusahaan yang bersangkutan.
Adil yang dimaksudkan disini bukan hanya adil terhadap golongan mukmin saja, melainkan adil terhadap seluruh golongan manusia baik itu Yahudi maupun Nashrani. Alquran juga memerintahkan agar nabi dan umatnya memberikan keputusan yang adil kepada orang – orang Yahudi apabila mereka datang kepadanya untruk meminta keputusan.
Alquran memang menuntut agar keadilan itu terap ditegakkan sekalipun terhadap orang – orang yang mereka benci dan mereka musuhi, sebagaimana disebutkan dalam QS alMaidah (5) 8: “Dan janganlah sekali – kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum , mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”.
Keenam, taghyir (perubahan). Landasannya surat Ar-Ra'd (13) ayat 13. yang artinya : ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum , sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri”.
Perubahan yang dimaksud harus setahap demi setahap. Manusia diciptakan secara bertahap, maka demokratisasi pun harus terencana, melalui tahapan (Kuntowijoyo, 1997: 91-104).



Penutup
Bagaimana mengimplementasikan kaidah-kaidah demokrasi itu, di sinilah persoalannya, karena membangun pemerintahan yang demokratis tidak cukup hanya dengan nilai-nilai normatif yang bersumber dari kitab suci. Juga tidak cukup hanya dengan klaim-klaim bahwa kitab suci sarat dengan ajaran demokrasi.
Nilai-nilai Islam, termasuk demokrasi yang terkandung di dalamnya, harus diimplementasikan dalam realitas obyektif. Meminjam istilah Kuntowijoyo, harus diobyektivikasi. Nilai-nilai itu harus diterjemahkan dalam kategori-kategori obyektif. Keyakinan internal harus dikonkretkan dalam kehidupan nyata yang bisa diterima semua kalangan sebagai sesuatu yang alami, tidak dibuat-buat, apalagi dipaksakan.
Menurut Kuntowijoyo, upaya obyektivikasi itu setidaknya harus menyentuh tiga dataran sekaligus, yakni struktural, kultural, dan mobilitas sosial. Landasannya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah mengubah dengan lidahnya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubah dengan hatinya, yang demikian itu merupakan selemah-lemah iman."
Dalam konteks sekarang, tangan, lidah, dan hati masing-masing menunjuk ke struktur, kultur, dan mobilitas sosial. Mengubah dengan tangan berarti perubahan struktural dengan menonjolkan syariah melalui penataan undang-undang ke arah yang lebih demokratis. Mengubah dengan lidah berarti perubahan kultural dengan menonjolkan hikmah untuk menciptakan masyarakat etis. Dan mengubah dengan hati berarti mobilitas sosial dengan membentuk institusi-institusi sosial dengan program utama peningkatan sumber daya manusia.
Proses perubahan itu harus dicapai dengan cara-cara yang baik: bijaksana, adil, toleran, dan tidak revolusioner. Cara-cara seperti ini, menurut Kuntowijoyo, sejalan dengan cara-cara yang ditempuh Tuhan dalam proses penciptaan jagat raya ini, termasuk menciptakan manusia. Semuanya dijalankan secara perlahan tapi pasti.
Pada hakikatnya, tanpa harus terjebak pada klaim-klaim retorik, jika umat Islam sudah bisa menjalani kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan berbangsa secara harmonis, adil, dan toleran, insya Allah, kesangsian akan keselarasan Islam dengan nilai-nilai demokrasi akan tertepis dengan sendirinya. Sebab, wajah demokrasi Islam yang otentik sejatinya bukan terletak pada label institusi formal, tapi pada substansi dan implementasi.
Kuntowijoyo benar, prinsip-prinsip dasar yang ditawarkan Islam mengenai demokrasi harus diobyektivikasi. Ajakan itu semakin nyaring pada saat sebagian umat Islam di negeri ini sudah berhasil mengegolkan syariat Islam sebagai qanun yang harus ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di antara mereka ada yang begitu bersemangat, bukan sekadar memberlakukan syariat slam, tapi ingin membentuk khilafah Islamiyah. Jika keinginan ini terlaksana, bisa dibayangkan, perjuangan obyektivikasi Islam akan semakin berat. Selamat jalan, Kuntowijoyo. Semoga damai dan bahagia di sisi-Nya. Amin.


EKONOMI ISLAM
Oleh : Muis


PENDAHULUAN
Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru pada abad ke – 7 Masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran Romawi. Kemunculan itu ditandai dengan berkembangnya peradaban baru yang sangat mengagumkan. Kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta kehidupan sosial lainnya termasuk ekonomi berkembang secara menakjubkan.
Fakta sejarah itu sesungguhnya menunjukkan bahwa islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek, baik dalam sosial, ekonomi dan politik maupun kehidupan yang bersifat spiritual . Sebagaimana firman ¬– Nya : “……..dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu……” (QS.an-Nahl :89) .
Allah juga berfirman dalam surah QS. al-Maidah ayat 3 sebagai berikut :
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu menjadi agama bagimu.”

Firman Allah SWT. diatas jelas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat materil maupun nonmateril. Karena itu ekonomi sebagai satu aspek kehidupan, tentu juga sudah diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami, sebagai agama yang sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Suatu siste yang dapat digunakan sebagai panduan bagi manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Suatu sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam Al Quran dan As Sunah.
Ekonomi Islam sesungguhnya secara inheren merupakan konsekuensi logis dari kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam haruslah dipeluk secara kaffah dan konfrehensif oleh umatnya. Islam menuntut kepada umatnya untuk mewujudkan keislamanya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sangatlah tidak masuk akal, seorang muslim yang menjalankaa shalat lima waktu, lalu dalam kesempatan lain ia juga melakukan transaksi keuangan yang menyimpang dari ajaran islam.
Pada mulanya kehadiran ekonomi islam termasuk lembaga – lembaga yang dilahirkannya, oleh sebagian masyarakat disambut dengan sikap a priori dan pesimis, bahkan dalam hal ditanggapi dengan sikip sinis. Kelihatannya, sikap a priori, pesimis, dan sinis itu muncul dari kurangnya pengetahuan dan kakunya kerangka fikir yang dipergunakan dalam memahami ekonomi Islam. Karena perkembangan ekonomi Islam begitu pesat dan unik, dan juga karena lembaga – lembaganya juga kompetitif dengan lembaga konvensional sejenis, para ilmuan dan pemerhati masalah – masalah kemanusiaan, baik muslim maupun nonmuslim, tertarik untuk melakukan kajian-kajian serius terhadapnya. Diantara non-muslim yang melakukan penelitian dan kajian terhadap ekonomi islam adalah Florence Eid, salah seorang konsultan di Bank Dunia, Washington DC,Toshikazy Hayashi, dari International University of Japan, Rodeney Wilson, J.R.Presley. Pada umumnya mereka melihat bahwa ekonomi islam solusi bagi persoalan – persoalan ekonomi yang dihadapai dunia pada saat ini ( dan pada masa yang akan datang).





A.Pengertian Ekonomi Islam
Dalam bahasa arab istilah ekonomi diungkapkan dengan kata al- ‘iqtisad yang secara bahasa berarti : kesederhanaan, dan kehematan. Dari makna ini, kata al – ‘iqtisad berkembang dan meluas sehingga mengandung makna ‘ilm al- ‘iqtisad, ilmu yang berkaitan dengan atau membahas ekonomi.
Sedangkan secara etimologis, para ekonom Islam berbeda pendapat dalam memberikan definisi ilmu ekonomi islam, anatara lain sebagai berikut:
a. Muhammad Abdul Manan
Islamic economics is a social science which studies the economics problems of a people imbued with the values of islam. Jadi, menurut Manan, ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah – masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai – nilai Islam.
b.M. Umer Chapra
Islamic economics was defined as that branch of knowlodge which help realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in confirmity with Islamic teaching without unduly curbing Individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological imbalances. Jadi, menurut Capra, ekonomi islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
c. Kursyid Ahmad
Islamic economics is a systematic effort to thy to understand the economic’s problem and man’s behaviour in relation to that problem from an islamic perspective. Menurut Kursyid Ahmad, Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif islam.
B. Dalil Ekonomi Islam
a. Al-qur’an
Al-qur’an adalah sumber utama dan pertama bagi ekonomi Islam, didalamnya dapat kita temui hal ihwal yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang-undang diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli yang tertera pada surat Al-baqarah ayat 275:
……padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang –orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba ) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ( sebelum datang larangan ), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi ( mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”
Contoh lain seperti perintah mencatat atau pembukuan yang baik dalam masalah hutang piutang, Allah ungkapkan didalam surat Al-baqarah ayat 282:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu manuliskannya….
b. As-Sunnah An – Nabawiyah
As-Sunnah adalah sumber kedua dalam perundang – undangan Islam. Didalamnya dapat kita jumpai khazanah aturan perekonomian Islam. Diantaranya seperti sebuah hadits yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan melindungi harta , baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil yang bukan miliknya,
“ Sesungguhnya ( menumpahkan ) darah kalian, ( mengambil ) harta kalian, ( mengganggu ) kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, dibulan ini, di negeri ini,….( H.R. Bukhari ).
c. Kitab – Kitab Fikih Umum
Kitab – kitab ini menjelaskan ibadah dan muamalah, didalamnya terdapat pula bahasan tentang ekonomi yang kemudian dikenal dengan istilah Al – muamalah Al – maliyah, isinya merupakan hasil-hasil ijtihad ulama terutama dalam mengeluarkan hukum – hukum dari dalil –dalil alquran maupun dari hadis – hadis yang sahih.
d. Kitab – kitab Fikih Khusus ( Al – Maaulu wal – Iqtishaadi )
Kitab – kitab ini yang secara khusus membahas masalah yang berkaitan dengan uang, harta lainnya, dan ekonomi.
C. Prinsip Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dibangun atas empat prinsip / landasan filosofis, yaitu: tauhid, keadilan ( keseimbangan ), kebebasan dan pertanggungjawaban.
1. Tauhid
Tauhid dalam hal ini berarti bahwa semua yang ada merupakan ciptaan dan milik Allah, dan hanya dia yang mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme hubungan antar manusia, perolehan rezeki, dan sebagainya (rububiyyah). Manusia sebagai pelaku ekonomi hanyalah sebagai trustee (pemegang amanah). Oleh sebab itu, manusia harus mengikuti segala ketentuan Allah dalam segala aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi. Ketentuan Allah yang harus dipatuhi dalam hal ini tidak hanya bersifat mekanistik dalam alam dan kehidupan sosial, tetapi juga bersifat etis dan moral (uluhiyyah).
2. Keadilan (keseimbangan)
Keadilan dan keseimbangan ditegaskan dalam banyak ayat suci al-quran sebagai dasar kesejahteraan hidup manusia. Oleh sebab itu, seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan dan keseimbangan. Dalam ekonomi Islam, misalnya pertumbuhan dan pemerataan dua dari satu entitas. Pada tingkat teknis, hal ini tampak pada praktek mudarabah ( lost and profit sharing) dimana pemilik modal dan tenaga kerja ditempatkan pada posisi yang sejajar secara adil.
3. Kebebasan
Kebebasan mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya. Ini menunjukkan bahwa inovasi dan kreativitas dalam ekonomi adalah suatu keharusan.
4. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban mengandung arti bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggung jawab atas segala putusan – putusannya. Manusia dipandang sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan memilih berbagai alternatif yang ada dihadapannya. Pada gilirannya ia harus bertanggung jawab kepada Allah swt.

D. Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:
1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah atas Harta
Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian ,yaitu:
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik ( kepunyaan Allah ), firman Allah dalam QS. Albaqarah : 284
“ Kepunyaaan Allah-lah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi. Dan kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Diantara ayat yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah Allah atas harta adalah firman Allah dalam QS. Al- hadid : 7
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkakanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah, (Hukum), dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan terhadap alam semesta yang ditundukkan untuk kepentingan manusia . Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli barat memiliki tafsiran tersendiri dalam Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Sementara itu, para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat dan sekularitas (segi dunia).
4. Ekonomi Islam Menciptakan keseimabangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan – batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan anatara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum.

5. Kebebasan Individu dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik untuk perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-qur’an maupun hadits. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak.
6. Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagaian harta tertentu sebagai pemebersih jiwa dari sifar kikir, dengki, dan dendam.
7. .Tidak ada hutang berunsur riba. Islam tidak membenarkan riba. Iaitu pinjaman berfaedah (berbunga) tetap untuk jangka masa yang tertentu. Islam ada cara tersendiri untuk menjana model dan kewangan. Antaranya ialah mudharabah, musyarakah, berkorban dan sebagainya. Riba mencetus berbagai masalah dan krisis. Ia sangat menekan, menindas dan mencekik si peminjam. Si peminjam boleh terjerat dalam satu ikatan yang dia tidak mampu ungkaikan atau terjatuh ke dalam satu lubang yang dia tidak mampu keluar. Orang atau pertubuhan yang memberi pinjaman riba menjadi kaya tanpa usaha. Dia menjadi kaya atas titik peluh orang lain.Riba dalam ekonomi membuatkan harga barangan dan khidmat menjadi tinggi kerana untung lebih terpaksa dicari untuk membayar kadar faedah riba. Usaha ekonomi yang berasaskan riba juga tertakluk kepada tekanan kerana lagi lama pinjaman tidak dibayar, lagi banyak faedah atau bunganya



PENUTUP
Ekonomi islam adalah ilmu dan system yang bersumber dari imperatif wahyu Allah SWT untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Paradigma, asumsi, dan teori-teorinya sangat kondusif bagi kebutuhan kelangsungan hidup manusia pada masa yang akan dating. Oleh karena itu, secara potensial ia memiliki peluang yang besar untuk menjadi alternatif. Namun demikian, ada tantangan yang bersifat eksternal dan internal. Lembaga-lembaga pendidikan, kajian, ekonomi dan sosial Islam, khususnya, memikul tanggung jawab untuk mengatasi tantangan yang ada itu, dengan melakukan kajian-kajian, penelitian, publikasi, dan sosialisasi yang berkelanjutan.
Akhirnya, mari kita renungkan peringatan Allah SWT pada surat Ibrahim ayat 7 yang artinya lebih kurang:…jika kamu mensyukuri ni’mat-Ku pasti akan Ku tambah untukmu, dan jika kamu mengingkarinya, kamu akan menerima siksaan-Ku yang sangat pedih”. Keimanan dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah adalah nikmat paling besar yang telah kita terima. Mensyukuri nikmat adalah menghargai, memelihara dan mempergunakannya sebaik mungkin. Siksa kehidupan yang paling pedih adalah keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan kemiskanan, sehingga dalam segala aspek kehidupan tergantung kepada orang lain tidak dapat menentukan bagi diri sendiri.

Kisaran, 1 Mei 2010


Penyusun






DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan, Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, cet II 2007 ),

Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, ( Semarang : Karya Toha Putra, tt )

http://trimudilah.wordpress.com/2006/12/14/sistem-ekonomi-islam/

Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia, ( Yogyakarta : UII Press, 2005 )

Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006)

M. Yasir Nasution, Peluang dan Tantangan Ekonomi Islam pada Milenium Ketiga, dalam Ashari Akmal Tarigan ( Editor ), Ekonomi dan Bank Syariah pada Melenium Ketiga, ( Medan : IAIN Press, 2002 )

;;